Monday, 30 November 2015

Kurikulum 1984 (CBSA)

PEMBAHASAN

2.1  Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 banyak dipengaruhi oleh aliran Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah, dan meneliti lingkungannya.  Pada kurikulum ini posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,  mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta). Konsep CBSA yang elok secara teoretis dan bagus hasilnya disekolah-sekolah yang di uji cobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.

Pendekatan CBSA menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi dan sebagainya. Pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif. Kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.

Metode pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain siswa menjadi subjek dalam pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosional.

HAKIKAT CBSA
Keaktifasn dalam rangka CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dalam hal di persyaratkan keterlibatan langsung dalam perlbagai bentuk keaktifan fisik. Salah satu cara untuk meninjau derajat ke CSBSA-an di dalam peristiwa belajar mengajar adalah dengan menkonsepsikan rentangan antara dua kutub gaya mengajar. McKeachie mengemukakakn tujuh dimensi di dalam proses belajar mengajar,yang didalamnya dapat terjadi variasi kadar ke CBSA-san. Adapun dimensi-dimensi yang dimaksud adalah :
1. Partisipasi siswa di dalam menteapkan tujuan kegiatan belajar mengajar
2. Tekanan pada aspek afektif dalam pengajaran.
3. Partispasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
4. Penerimaan (acceptance) guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan atau bahkan sama sekali salah.
5. Kekohesifan kelas sebagai kelompok.
6. Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan -keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik aatau tidak maupun yang berhubungan dengan pelajaran(Hasibuan, 1995:9)
  
Ciri-ciri Umum dari  Kurikulum CBSA:
1.      Berorientasi pada tujuan instruksional
2.      Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
3.      Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
4.      Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik
5.      Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:
1.      Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
2.      Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
3.      Perubahan program jurusan. Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B. Program A terdiri dari:
a.       A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
b.      A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
c.       A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
d.      A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.
Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat program B memerlukan 93 sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.

IMPLIKASI CBSA BAGI SISTEM PENYAMPAIAN
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu menyarankan implikasi perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian kegiatan belajar mengajar yang cukup mendasar. Pengalaman belajar yang diberikan kepada calon guru atau instruktor hendaknya jangan memisahkan komponen akademik dengan komponen profesional, jangan diceraikan teori dan praktek.Disamping itu faktor guru sendiri (filosofinya, ketrampilannya, serta faktor-faktor kepribadian lainnya) serta faktor-faktor eksternal seperti tersedianya fasilitas dan besarnya kelas, ikut pula menentukan pilihan cara penyampaian. Salah satu kemungkinan strategi pengkajian ke CBSA-an suatu kegiatan belajar mengajar sudah barang tentu sekaligus implisit termasuk pengkajian keserasian dengan tujuan yang mau dicapai melalui kegiatan yang dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya filosofi guru agaknya patut memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak darri anggapan bahwa siswa memiliki ptensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi babnyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka cara memandang dan menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi sebagai sang mahatahu yang siap untuk memebri kebijaksanaan (Hasibuan, 1995:10)

Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi yang serempak dilaksanakan per semester, dimana masih lebih menekankan pada evaluasi terhadap tingkat penguasaan pengetahuan, prinsip dan konsep-konsep. Penilaian terhadap penguasaan keterampilan masih bersifat sebagai unsur penunjang. Penilaian terhadap praktek biasanya dilakukan pada semester ke 5 atau semester 1 di tingkat 3.

Kelebihan kurikulum 1984
1.      Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2.      Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan melalui keberanian memberikan pendapat
3.      Keterlibatan siswa di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam melaksanakan tugas.
4.      Anakdapatbelajardaripengalamanlangsunglangsung.
5.      Kualitas interaksi antara siswa sangat tinggi, baik intelektual maupun sosial.
6.      Memasyarakatkan  keterampilan berdiskusi yang diperlukan dengan berpartisipasi secara aktif

Kelemahan kurikulum 1984
1.      Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok.
2.      Adanya ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu buku teks dan metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa tidak kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar sangat terbatas.
3.      Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat peserta lain.
4.      Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan ketinggalan.
5.      Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang.
6.      Diperlukan waktu yang  banyak dalam pembelajaran menyebabkan materi pelajaran tidak dapat tuntas dikuasai siswa.
7.      Guru kurang berperan aktif

2.2  Matematika Pada Kurikulum 1984
Dengan memperhatikan karakteristik Kurikulum Matematika 1984 dan karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), seperti yang telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa argumentasi berikut ini.
1.      Walaupun dalam Kurikulum Matematika 1984 disebutkan lebih memperhatikan perkembangan kemampuan siswa, namun dalam pembelajaran penyajian matematika terlalu cepat menuju bentuk formal (abstrak) matematika. Hal ini berbeda sama sekali dengan PMR yang dalam pembelajaran menganut proses matematisasi horisontal dan vertikal.
2.      Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan konsep, pemberian contoh soal dan latihan. Sedangkan dalam PMR siswa ditempatkan sebagai bagian sentral dalam proses pembelajaran, dalam arti siswa dilibatkan serta aktif berpartisifasi dalam membangun pengetahuannya. Pendekatan seperti ini bercirikan paham konstruktivisme yang sesungguhnya mendorong siswa untuk membangun pengetahuan mereka dengan pendekatan bottom-up diawali dengan pemanfaatan pengalaman serta apa yang siswa ketahui.
3.      Peranan guru dalam pendekatan top-down lebih sebagai pengajar untuk mentranfer matematika dalam bentuk formal. Sedangkan dalam pendekatan yang bersifat bottom-up peranan guru lebih sebagai fasilitator yang tidak 6 mendominasi keseluruhan proses pembelajaran, melainkan memantau serta memberi arahan kepada siswa untuk menemukan berbagai strategi penyelesaian terhadam masalah matematika yang diberikan, atau guru menuntun siswa mengkonstrusi pengetahuan mereka.
4.      Dalam Kurikulum Matematika 1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa. Sebaliknya, dalam PMR pemahaman dan pemaknaan matematika diharapkan dapat terjadi melalui penyajian masalah kontekstual pada awal kegiatan pembelajaran.
5.      Kurikulum Matematika 1984 dan PMR keduanya menekankan pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 CBSAnya lebih pada aspek reinforcement, sedangkan dalam PMR CBSAnya lebih pada aspek reinvention.
6.      Kurikulum Matematika 1984 dan PMR keduanya menekankan pemahaman matematika, namun Kurikulum Matematika 1984 lebih berorientasi pada hasil belajar sedangkan dalam PMR lebih berorientasi pada proses belajar.
7.      Kurikulum Matematika 1984 memperhatikan keruntutan materi pelajaran namun belum memadukan antarkonsep (intertwining) matematika. PMR “kurang” memperhatikan urutan topik dalam kegiatan pembelajaran namun lebih mengutamakan pada intertwin konsep.
Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan kepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.
Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan konsep, pemberian contoh soal dan latihan.
Dalam Kurikulum Matematika 1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa.



No comments:

Post a Comment