PEMBAHASAN
2.1 Kurikulum 1984
Kurikulum 1984
banyak dipengaruhi oleh aliran Humanistik, yang memandang anak didik sebagai
individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah, dan meneliti
lingkungannya. Pada kurikulum ini posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model
ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum
1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas
periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta).
Konsep CBSA yang elok secara teoretis dan bagus hasilnya disekolah-sekolah yang
di uji cobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional.
Pendekatan CBSA
menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar
yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi
dan sebagainya. Pengemasan
bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran sesuai dengan
tingkat dan jenjang pendidikan. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum
diberikan latihan. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau
kematangan siswa. melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan
abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif. Kurikulum
1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada
tujuan. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Metode
pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain siswa menjadi subjek
dalam pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik,
mental, intelektual dan emosional.
HAKIKAT
CBSA
Keaktifasn dalam rangka CBSA menunjuk
kepada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dalam hal di
persyaratkan keterlibatan langsung dalam perlbagai bentuk keaktifan fisik.
Salah satu cara untuk meninjau derajat ke CSBSA-an di dalam peristiwa belajar
mengajar adalah dengan menkonsepsikan rentangan antara dua kutub gaya mengajar.
McKeachie mengemukakakn tujuh dimensi di dalam proses belajar mengajar,yang
didalamnya dapat terjadi variasi kadar ke CBSA-san. Adapun dimensi-dimensi yang
dimaksud adalah :
1. Partisipasi siswa di dalam
menteapkan tujuan kegiatan belajar mengajar
2. Tekanan pada aspek afektif
dalam pengajaran.
3. Partispasi siswa dalam
kegiatan belajar mengajar.
4. Penerimaan (acceptance) guru
terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan atau bahkan sama
sekali salah.
5. Kekohesifan kelas sebagai
kelompok.
6. Kebebasan atau lebih tepat
kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan -keputusan
penting dalam kehidupan sekolah.
7. Jumlah waktu yang dipergunakan
untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik aatau tidak maupun yang
berhubungan dengan pelajaran(Hasibuan, 1995:9)
Ciri-ciri Umum dari Kurikulum CBSA:
1.
Berorientasi pada tujuan instruksional
2.
Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
3.
Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
4.
Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi
tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta
didik
5.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru
kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat
peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang
dipelajarinya.
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:
1.
Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata
pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral
Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan
Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi,
Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan
Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
2.
Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan
masing-masing.
3.
Perubahan program jurusan. Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam
program A dan B. Program A terdiri dari:
a.
A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
b.
A2, penekanan pada mata pelajaran Biologi
c.
A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
d.
A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.
Sedangkan
program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan
dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat
program B memerlukan 93 sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk
sementara ditiadakan.
IMPLIKASI CBSA BAGI SISTEM PENYAMPAIAN
Pokok-pokok
pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu menyarankan implikasi
perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian kegiatan belajar mengajar yang
cukup mendasar. Pengalaman belajar yang diberikan kepada calon guru atau
instruktor hendaknya jangan memisahkan komponen akademik dengan komponen
profesional, jangan diceraikan teori dan praktek.Disamping itu faktor guru
sendiri (filosofinya, ketrampilannya, serta faktor-faktor kepribadian lainnya)
serta faktor-faktor eksternal seperti tersedianya fasilitas dan besarnya kelas,
ikut pula menentukan pilihan cara penyampaian. Salah satu kemungkinan strategi
pengkajian ke CBSA-an suatu kegiatan belajar mengajar sudah barang tentu
sekaligus implisit termasuk pengkajian keserasian dengan tujuan yang mau
dicapai melalui kegiatan yang dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya
filosofi guru agaknya patut memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak darri
anggapan bahwa siswa memiliki ptensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila
mereka diberi babnyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka
cara memandang dan menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi
sebagai sang mahatahu yang siap untuk memebri kebijaksanaan (Hasibuan,
1995:10)
Teknik Evaluasi
Hasil Belajar
Evaluasi yang
serempak dilaksanakan per semester, dimana masih lebih menekankan pada evaluasi
terhadap tingkat penguasaan pengetahuan, prinsip dan konsep-konsep. Penilaian
terhadap penguasaan keterampilan masih bersifat sebagai unsur penunjang.
Penilaian terhadap praktek biasanya dilakukan pada semester ke 5 atau semester
1 di tingkat 3.
Kelebihan kurikulum 1984
1.
Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga
guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2.
Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan
melalui keberanian memberikan pendapat
3.
Keterlibatan siswa di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah
berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam melaksanakan tugas.
4.
Anakdapatbelajardaripengalamanlangsunglangsung.
5.
Kualitas interaksi antara siswa sangat tinggi, baik intelektual
maupun sosial.
6.
Memasyarakatkan keterampilan
berdiskusi yang diperlukan dengan berpartisipasi secara aktif
Kelemahan kurikulum 1984
1.
Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok.
2.
Adanya ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu
buku teks dan metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan
siswa tidak kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber
belajar sangat terbatas.
3.
Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia
menolak pendapat peserta lain.
4.
Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan
ketinggalan.
5.
Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga
prakarsa serta tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar
sangat kurang.
6.
Diperlukan waktu yang banyak
dalam pembelajaran menyebabkan materi pelajaran tidak dapat tuntas dikuasai
siswa.
7.
Guru kurang berperan aktif
2.2 Matematika Pada Kurikulum 1984
Dengan memperhatikan karakteristik Kurikulum Matematika 1984 dan karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), seperti yang telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa argumentasi berikut ini.
1. Walaupun dalam
Kurikulum Matematika 1984 disebutkan lebih memperhatikan perkembangan kemampuan
siswa, namun dalam pembelajaran penyajian matematika terlalu cepat menuju
bentuk formal (abstrak) matematika. Hal ini berbeda sama sekali dengan PMR yang
dalam pembelajaran menganut proses matematisasi horisontal dan vertikal.
2. Pembelajaran
matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta
metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran
lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan
konsep, pemberian contoh soal dan latihan. Sedangkan dalam PMR siswa
ditempatkan sebagai bagian sentral dalam proses pembelajaran, dalam arti siswa
dilibatkan serta aktif berpartisifasi dalam membangun pengetahuannya.
Pendekatan seperti ini bercirikan paham konstruktivisme yang sesungguhnya
mendorong siswa untuk membangun pengetahuan mereka dengan pendekatan bottom-up
diawali dengan pemanfaatan pengalaman serta apa yang siswa ketahui.
3. Peranan guru
dalam pendekatan top-down lebih sebagai pengajar untuk mentranfer matematika
dalam bentuk formal. Sedangkan dalam pendekatan yang bersifat bottom-up peranan
guru lebih sebagai fasilitator yang tidak 6 mendominasi keseluruhan proses
pembelajaran, melainkan memantau serta memberi arahan kepada siswa untuk
menemukan berbagai strategi penyelesaian terhadam masalah matematika yang
diberikan, atau guru menuntun siswa mengkonstrusi pengetahuan mereka.
4. Dalam Kurikulum
Matematika 1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau
soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa.
Sebaliknya, dalam PMR pemahaman dan pemaknaan matematika diharapkan dapat
terjadi melalui penyajian masalah kontekstual pada awal kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum
Matematika 1984 dan PMR keduanya menekankan pada Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA). Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 CBSAnya lebih pada aspek
reinforcement, sedangkan dalam PMR CBSAnya lebih pada aspek reinvention.
6. Kurikulum Matematika 1984 dan PMR keduanya
menekankan pemahaman matematika, namun Kurikulum Matematika 1984 lebih
berorientasi pada hasil belajar sedangkan dalam PMR lebih berorientasi pada
proses belajar.
7. Kurikulum Matematika 1984 memperhatikan
keruntutan materi pelajaran namun belum memadukan antarkonsep (intertwining)
matematika. PMR “kurang”
memperhatikan urutan topik dalam kegiatan pembelajaran namun lebih mengutamakan
pada intertwin konsep.
Khusus untuk
mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan kepada
peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.
Pembelajaran
matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan deduktif serta
metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan pembelajaran
lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi, penjelasan
konsep, pemberian contoh soal dan latihan.
Dalam Kurikulum
Matematika 1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau
soal aplikasi biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa.